Dalam kesenian daerah Sumbawa,
terdapat beberapa jenis kesenian yang berhubungan dengan vokal(seni suara) dan
alat musik (seni musik). Antara lain :
1. Ngumang
2. Balawas Ulan
3. Gero Saketa
4. Kembung
5. Gong Genang
6. Sakeco
7. Ratib
8. Kilung
9. Gandang
10. Balawas Nuja
11. Guntung / Besenentek
LAWAS
Seni sastra yang sangat menonjol di Sumbawa adalah seni sastra “Lawas.” Lawas
bagi masyarakat Sumbawa bukan sekadar seni sastra, namun Lawas juga sebagai
media hiburan yang dapat dipertunjukkan dan atau dipertontonkan. Lawas menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumbawa. Lawas diwariskan
dan diturunkan dalam bentuk lisan. Lawas bagi masyarakat Sumbawa menjadi sumber
dari segala sumber seni. Lawas akan dilantunkan kedalam berbagai bentuk seni,
meliputi: Seni Balawas, Rabalas Lawas, Malangko, Badede, Badiya, Bagandang,
Bagesong, Sakeco, bahkan tutur atau cerita pun disampaikan dalam bentuk Lawas.
Dalam Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia dikatakan bahwa Lawas adalah sejenis puisi
tradisi khas Sumbawa, umumnya terdiri atas tiga baris, biasa dilisankan pada
upacara-upacara tertentu. Pengertian Lawas pada Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia
belum dapat dikatakan lengkap, karena Lawas juga ada yang terdiri atas empat
baris, enam baris, dan ada juga yang delapan baris dalam tiap bait.
Lawas sebagai puisi lisan tradisional masyarakat etnis Sumbawa dapat kita
nikmati dalam berbagai bentuk pertunjukkan. Lawas dipertunjukkan dalam dua
bentuk, meliputi: 1) dipanggung dan 2) pada saat orang bekerja di sawah, di
ladang, saat gotong royong membangun rumah, mengasuh anak, saat upacara adat,
saat Karapan Kerbau, Barampok sebagai sebuah tradisi.
Lawas yang dilantunkan pada saat beraktivitas biasanya untuk mengurangi rasa
sepi, sebagai hiburan, mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang dilakukan, dan
sebagainya.
Kehadiran Lawas di Sumbawa tidak diketahui secara pasti. Kehadiran Lawas bagi
masyarakat Sumbawa pada awalnya berperan sebagai media ekspresi batin manusia
dan sebagai perekam peristiwa yang terjadi di seputarnya. Apa yang tampak atau
yang dipikirkan oleh masyarakat Sumbawa tempo dulu biasanya akan disampaikan
melalui Lawas.
LAWAS ULAN
Lawas Ulan adalah Lawas yang disampaikan berdasarkan konsep kewaktuan. Lawas
Ulan tidak boleh diucapkan sembarangan, sebab untuk memulai Lawas Ulan
menggunakan penanda waktu. Penanda waktu dapat diperhatikan pada saat Lawas
mulai tembangkan. Penanda waktu itu bukan berdasarkan jam, sebab jam pada saat
itu di Sumbawa. Penanda waktu yang digunakan adalah berupa keadaan, waktu pagi
hari, siang, sore, dan malam hari.
Penanda waktu yang dimaksud adalah sebagai berikut: Ta Pola Adal Nenrang Jong.
Kata yang bergaris bawah di samping adalah penanda waktu. Adal dalam bahasa
Indonesia adalah embun atau kabut.
Lawas Ulan ano Siup dan ano rawi memiliki perbedaan. Perbedaan antara Lawas
ulan ano Siup dan ano rawi terletak pada irama dan tempo lagunya. Lawas ulan di
ano Siup iramanya agak mengalun dengan tempo yang lambat, sedangkan Lawas ulan
di ano rawi irama alunannya tinggi dengan tempo yang dinamis.
LAWAS ULAN SIUP
Lawas ulan Siup adalah Lawas yang disampaikan pada pagi hari dengan menggunakan
irama dan tempo lagu yang lembut. Lawas ini biasanya disampaikan saat para
petani akan berangkat ke sawah/lading atau saat orang-orang sedang menanam padi
atau menuai padi secara beramai-ramai di pagi hari sekitar pukul 08.00-10.00
Wita. Berikut ini Lawas ulan Siup. Permulaan Lawas Ulan Siup selalu menggunakan
Lawas berikut dan Lawas berikut selalu dimulai oleh laki-laki, contoh:
Yamubuya Ijo Godong
Puin Palemar Parai
Ta Pola Adal Nenrang Jong
Kau cari si hijau daun. Pohon yang penuh dengan air. Ini karena embun yang
menetes
Akusi Datang Nenrang Jong
Lamin Tenrang Baeng Desa
Pitu Ten Nosi Kumole
Aku yang datang menetes. Bila ramah seisi kampung. Tujuh tahun tak kupulang.
Setelah dua bait Lawas di atas, maka Lawas selanjutnya bisa apa saja tergantung
situasi dan kondisi emosi dan perasaan si pelantun Lawas.
Perhatikan sair Lawas ulan berikut:
Kakendung Ling Kuandi E
Kupina Pangasa Kau
No Tutu Sai Yabola
Terlanjur kuucapkan adinda. Kau yang kuharapkan. Tak tahu siapa yang berdusta.
LAWAS ULAN PANAS ANO
Lawas Ulan Panas Ano adalah Lawas yang disampaikan pada saat siang hari, saat
matahari sedang terik/ panas-panasnya. Lawas Ulan Panas Ano berirama dan
bertempo tinggi sebagai gambaran semangat. Lawas Ulan Panas Ano disampaikan
pada siang hari sekitar pukul 13.00-15.00 Wita. Berikut adalah Lawas Ulan Panas
Ano.
Kakendung Ling Kuandi E
Kupina Pangasa Kau
Sipak Lalo Gandeng Jangi
Terlanjur ucapku wahai adinda. Menaruh harapan kepadamu. Tak tahunya kamu
setengah hati.
Kasijangi Ku Ke Kau
Mikir Ate Totang Rara
Leng To Diri Melasakan
Kuberharap berjodoh denganmu. Hatiku mikir aku miskin. Tahu diri tak punya
apa-apa
Melasakan Nanta Rara
Ngining Buya Tuyapendi
Kamina Tingi Konang Mal
Merana karena miskin. Mencari orang yang mengasihan. Pamanda mulia tapi malu.
LAWAS ULAN RAWI ANO
Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas yang disampaikan sore hari, selepas shalat
Asar. Lawas Ulan Rawi Ano berirama sendu dan tempo mulai turun dibandingkan
dengan Lawas Ulan Panas Ano. Lawas Ulan Rawi Ano biasanya menggambarkan sebuah
kesedihan atau pun kebahagiaan. Kondisi sedih dan bahagia bisa terjadi, jika
sipelantun Lawas laki-laki diterima oleh pelantun Lawas wanita. Lawas Ulan Rawi
Ano adalah Lawas penutup untuk pekerjaan Mataq Rame (panen raya) pada hari itu.
Berikut adalah petikan Lawas Ulan Rawi Ano.
Pina ne Anak tungining
Tili ano gama mega
Lema rep sakiki rara
Melangkahlah si Anak merana. Tutuplah mentari wahai awan. Agar teduh si miskin
bernaung.
Rara inaqku sapuan
Nosoda dengan kamikir
Pang aku dua ke leno
Miskin ibuku dahulu. Tiada teman berpikir. Padaku hanya bersama bayangan.
Muto beling gama leno
Lema tulung aku mikir
Kau baesi kuasa
Bicaralah wahai bayangan. Tolonglah aku berpikir. Hanya engkau yang kuharapkan.
GANDANG
Gandang adalah Lawas yang dilantunkan oleh sekelompok orang dengan diiringi
Serunai (seruling) atau pukulan alu pada lesung (Nunya Rame). Gandang
dilantunkan oleh sekelompok perjaka dan gadis, apabila sekelompok perjaka dan
gadis melantunkan Gandang dengan iringan serunai maka disebut Gandang Suling,
jika diiringi dengan pukulan alu pada lesung disebut Gandang nunya/nunya rame.
Gandang suling biasanya dilantunkan dalam suasana gembira karena hasil panen
berlimpah, karena itu, Lawas-Lawas yang dilantunkan biasanya merupakan ungkapan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa. Gandang suling juga dilantunkan pada
malam hari oleh dua orang pemuda yang salah satunya sedang jatuh cinta dan
biasanya dilantunkan di tengah sawah saat menjelang padi menguning atau di
tempat yang dekat dengan rumah si gadis yang diincar oleh pemuda itu. Lawas
yang diungkapkan merupakan ungkapan kasih sayang, cinta, dan janji-janji sang
pemuda kepada sang gadis.
Gandang selain diiringi oleh Serunai juga ada yang diiringi oleh pukulan alu
pada lesung, ini yang disebut dengan Gandang nuja/Nunya Rame. Gandang nuja
biasanya dilakukan oleh sekelompok pemudi yang sedang menumbuk padi.
Gandang Nuja/Nunya Rame hanya dilakukan pada saat para wanita sedang bergotong
royong menumbuk padi di halaman rumah kala bulan terang benderang. Pekerjaan
ini dilakukan oleh para wanita untuk membantu tetangga menyiapkan beras ketan
yang akan digunakan untuk hajatan. Pada saat seperti ini, biasanya para jejaka
datang menyaksikan sambil memperhatikan siapa yang bakal dijadikan pasangan
hidupnya (mencari jodoh). Lawas-Lawas yang dilantunkan biasanya Lawas muda-mudi
yang berisi sindiran, ejekan, dan ungkapan-ungkapan rasa cinta.
Berikut petikan Lawas Gandang.
Ajan sampama kulalo
Kutarepa bale andi
Beling ke rua e nanta
Seandainya aku bertandang. Mampir di rumah adinda. Adakah gerangan belas
kasihan.
Dijawab oleh si gadis
Lamin tetapmo pang sia
Bose sangangkang let rea
Naq beang bilu lako len
Kalau tetap pendirian. Kayuhlah dayung ke samudra. Jangan berpaling pada yang
lain.
SAKETA
Saketa adalah Lawas yang dikumandangkan oleh sekelompok orang sebagai
pernyataan kegirangan atau pembangkit semangat saat mengadakan permainan rakyat
atau bergotong-royong membangun rumah, mengangkut kayu besar. Di tengah-tengah
orang yang baSaketa, biasanya muncul salah seorang yang mengumandngkan Lawas
Saketa yang kemudian disambut serempak oleh anggota kelompok/rombongan dengan
suara “ho… bam… baho… bam….” dan seterusnya. Suara-suara pemberi semangat ini
disebut dengan Gero/Bagero. Lawas Saketa yang di rangkaikan dengan Gero
dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan berat, Barapan Kebo (karapan Kerbau), permainan
rakyat Barampok/Barempuk (tinju ala Sumbawa). Saketa dan Bagero digunakan juga
untuk upacara mengiring pengantin (Iring Pangantan) dari rumah pihak laki-laki
ke rumah calon pengantin wanita. Adapun Lawas yang disampaikan saat itu adalah:
Pangantan ntek Rawi Ano
Iring leng mayung satupang
Lamin no buta batempang
Tuk tak ne mayung
Jontal satetak jadi payung
Suara rombongan: “ho… bam… baho… bam….”
(Pengantin berangkat sore hari—diiringi serombongan kijang—kalau tidak buta ya
pincang—tuk tak wahai kijang—lontar sepotong jadi payung)
Tradisi Saketa di Sumbawa saat ini sulit ditemukan lagi. Ini disebabkan oleh
karena pembangunan rumah di Sumbawa sudah tidak bergotong-royong lagi dan
kalaupun ada sudah tidak lagi diadakan BaSaketa. Lawas-Lawas yang disampaikan
pun biasanya adalah Lawas yang bersifat menggalang persatuan dan kebersamaan
dengan penuh semangat.
NGUMANG
Seorang pria yang menembangkan Lawas dengan lantang sambil mengacungkan dan
atau merentangkan kedua tangannya, di salah satu tangannya memegang Mangkar
(cambuk khas Sumbawa yang khusus digunakan untuk menghalau kerbau pada saat
“Barapan Kebo” karapan kerbau) sambil menari mengelilingi arena. Ngumang hanya
dilakukan pada saat Barapan Kebo, Maen Jaran dan Barampok.
Ngumang dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan kegembiraan karena telah
menang, baik pada saat Barapan Kebo maupun pada saat Barampok. Ngumang juga
bertujuan untuk memberikan semangat kepada peserta Barapan Kebo dan Barampok
sekaligus juga berfungsi untuk memperkenalkan diri kepada penonton. Peserta
yang menang biasanya akan Ngumang dan menyampaikan Lawas. Lawas Ngumang bisa
seperti petikan Lawas berikut.
Ala e sai nongka tan
Makatoan lako aku
Sa nya baing Gila Roda
(Siapakah yang belum mengenal—tanyalah padaku—inilah pemilik Gila Roda ‘nama
kerbau’)
BADEDE
Badede adalah menembangkan Lawas yang ditujukan untuk Anak menjelang tidur atau
saat pangantin sedang Barodak ‘luluran’. Lawas yang biasa dinyanyikan oleh
seorang ibu atau kakak yang sedang menina-bobokan atau mengasuh bayi disebut
(Badede Anak). Lawas yang dilantunkan pada saat Badede Anak bertemakan
permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa agar Anak yang diasuh dapat panjang umur,
berguna bagi orang tua, masyarakat, nusa dan bangsa serta agama. Badede Anak
disebut juga Lawas Kembang-Kembong.
Lawas yang digunakan pada saat Badede Anak tidak sama, tergantung pada umur dan
pada tempat dimana Anak ditidurkan. Perbedaan itu terlihat pada irama dan
kata-kata dari Lawas yang digunakan. Berikut ini contoh Lawas yang biasa
digunakan pada kegiatan Badede Anak.
Matunung adi matunung
Meleng tunung kubeang me
Jangan jadi kembo kopang
(mari tidur adik mari tidur—bangun tidur kuberi nasi—ikan susu kerbau sehat)
Adi ode dalam bilik
Nyentik ima poyong mama
Sadua kita gamandi
(Adik Mungil dalam kamar—lentik indah jemarimu—kita ini hanya berdua wahai
adinda)
Badede Adat hanya berkembang di kalangan bangsawan Samawa (Sumbawa). Badede
Adat dilaksAnakan pada saat upacara perkawinan dan Sunat Rasul (khitanan).
Badede Adat ditembangkan oleh beberapa wanita sambil membunyikan Kosok Kancing
(sejenis marakas). Badede Adat dilantunkan dalam suasana yang relegius dan
dihajatkan agar mereka yang menerima acara ini dalam keadaan selamat serta
tidak mudah diganggu makhluk halus.
Salah satu upacara yang diiringi Badede Adat adalah pada saat kegiatan Barodak
(luluran pengantin, baik pria maupun wanita) keluarga bangsawan. Pengantin pada
saat mau di-Odak (dilulur), maka sekelompok wanita melantunkan Lawas Badede
Adat. Lawas yang dilantunkan pada saat Barodak adalah sebagai berikut.
Dede Intan Mua Dewa
Mua Bulaeng Do Nanta
Penangmo Intan Manmo Nanges
(Duhai sayang duhai para Dewa—wahai permata duhai sayang—tenanglah sayang
jangan menangis)
Lamin Leq Tawar Ate
Dome No Mane Parana
Siong Untung Sama Rela
Untung Tusaling Sasakit
(Bila lama kau menangis—andaikan tidak merusak tubuh—bukanlah jodoh sama
rela—jadinya jodoh pangkal sengsara)
Penangmo Intan Manmo Nangis
Beang Boe Ling Tutingi
Kita Tupasodo Rara
Pasodo Apa Pasodo
(Tenanglah sayang jangan menangis—biarkan habis oleh yang mulia—kita hanya
mendekap dalam kemiskinan—milikilah apa yang kau miliki)
BASUAL
Kata basual berasal dari kata sual yang mendapat awalan ba-, sual berarti soal,
sedangkan ba- berarti menjadi. Jadi, basual artinya menyampaikan soal.
Seseorang yang mengajukan soal yakni dengan menyampaikan sampiran dari sebuah
Lawas. Bagi yang hadir dalam kesempatan tersebut dan mengetahui jawabannya,
maka akan segera menjawabnya. Jawaban yang disampaikan adalah isi dari sampiran
yang dikemukakan.
Kegiatan Basual dapat dijumpai pada saat orang sedang membuat atap rumah
(Nyantek), panen (Mataq Rame), di rumah orang yang mau kawin (Montok Basai),
dan lain-lain. Contoh petikan Lawas Sual.
Ayam Buri Desa Utan
Parak Ke Desa Samamung
Ana Badi Kuring Rate
Meporiri Ku Ta Intan
Jarang Kubau Batemung
Rosa Dadi Rusak Ate
(Ayam burik desa Utan—dekat dengan desa Samamung—ada badikku di rate. Betapalah
caraku duhai kekasih—sangat jarang kita bertemu—hancul luluh hatiku)
Lalo Mancing Ko Pamulung
Entek Lako Desa Pungka
Kupandang Desa Malili
Lalo Kau Manjeng Urung
Kukelek No Balik Bungkak
Mumandang Adasi Lili
(pergi memancing ke Pamulung—naik ke desa pungka—kupandang desa Malili.
Pergilah engkau kekasih urung—kupanggil menoleh pun tidak—kau kawin ada juga
penggantimu)
LANGKO
Langko merupakan penyampaian Lawas yang dilakukan oleh sekelompok pemuda dan
kelompok pemudi yang saling beradu Lawas cinta. Lawas-Lawas yang disampaikan
dalam Langko berbeda dengan Lawas Sual. pada saat Malangko, Lawas yang
disampaikan harus dijawab dengan Lawas, yang perlu diperhatikan dalam Malangko
adalah langgam lagu Lawas yang dibawakan. Langgam lagu Langko ini yang sangat
diperhatikan oleh si pelantun, selain juga Lawasnya. Jika tidak mampu mengikuti
langgam lagu Langko, maka dianggap kalah, ditertawakan, dan juga malu. Mereka
yang akan ikut Malangko harus orang-orang yang pandai baLawas dan juga pandai
menembangkan langgam Langko.
Kegiatan Malangko biasanya dimanfaatkan oleh para muda-mudi untuk mencari
jodoh, oleh karena itu muda-mudi di Sumbawa pada waktu itu berusaha semaksimal
mungkin untuk bisa BaLawas. Mereka yang bisa BaLawas di Sumbawa akan mempunyai
pergaulan yang luas. Di Sumbawa ada dikenal tiga jenis orang, yakni: Nyir Tamat
Telu (bisa membaca Al-Quran); bisa Ratob; dan bisa BaLawas. Lawas Langko.
Putra :
Kusamula Ke Bismillah
Kusasuda Ke Wassalam
Nan Ke Salamat Parana
(kumulai dengan bismillah-kuakhiri dengan wassalam-agar diri jadi selamat)
Putri:
Rungan Rame Boat Sia
Bagentar Tana Samawa
Batomo Nyata Kugita
(kabarnya meriah pesta Tuan—bergetar tanah Sumbawa—kini nyatalah sudah)
Putra:
Tugitaq Nyata Ke Mata
Riam Mara Den Baringin
No Bola Ne Bawa Rungan
(nyata terlihat mata—lebat bagai daun beringin—tidak bohong pembawa berita)
Putri:
Rungan Balongmu Andi E
Kaleng Empang Ko Sakongkang
Nomonda Dengan Kubaning
(tersiar kecantikanmu duhai dinda—dari empang ke Sekongkang—tiada tanding tiada
banding)
SAKECO
Sakeco merupakan salah satu bentuk seni yang bersumber dari Lawas. Sakeco
banyak digemari oleh masyarakat (Tau Samawa) Sumbawa. Sakeco dimainkan oleh dua
orang pria yang merupakan pasangannya dan masing-masing memegang satu rabana
(rebana). Rebana yang digunakan adalah bisa Rabana Ode atau Rabana Rango/Rabana
Kebo (Rebana Besar). Penggunaan dua jenis rebana ini didasarkan pada temung
yang akan digunakan. Hanya saja, pada saat Sakeco, rabana yang digunakan harus
sejenis.
Perbedaan penggunaan dua jenis rabana ini karena perbedaan Temung (nada lagu),
dan isi Sakeco. Rabana Ode lebih lincah, agresif, lebih variatif, dan jika
ditabuh maka akan lebih cepat. Rabana Ode biasa dipakai untuk memainkan temung
Sakeco Ano Rawi, sedangkan Rabana Kebo selain mengeluarkan suara lebih besar,
temponya lambat, dan juga lebih monoton dari segi nada. Rabana Kebo biasanya
digunakan oleh sebagian besar orang Sumbawa Ano Siup.
Sakeco merupakan seni yang sangat luwes dan dinamis dibandingkan dengan yang
lain. Sakeco dapat dimuati oleh Lawas Nasihat (pamuji); Lawas Tau Loka, Lawas
Muda-mudi, Lawas tode yang dibuat dalam bentuk tutur (cerita naratif).
NGUMANG
- Ngumang; Merupakan salah satu jenis
seni vokal yang umumnya dilakukan oleh satu orang sambil mengucap lawas
(pantun atau syair daerah Sumbawa) dengan suara lantang disertai teriakan
atau pekikan sebagai pengiring, pemanis, atau daya tarik.
- Properti yang biasa digunakan
adalah mangkar (tongkat pendek yang diberi hiasan) dan dipegang pada salah
satu tangan secara bergantian. Mangkar ini diacungkan atau diputar - putar
diatas kepala saat lawas diucapkan atau dilagukan atau ditembangkan sesuai
temung (irama atau langgam) khusus.
- Kegiatan ngumang ini dilakukan
pada saat barapan kebo (Karapan Kebo), pacuan kuda (Main Jaran), tinju
tradisional (Barempuk) memakai batang padi yang sudah kering, karaci
dll.
- Ngumang merupakan ungkapan
perasaan seseorang, bila dia berhasil atau menang entah kerbau bisa
melanggar pancang (Saka) berarti dia yang menang. Disinilah ngumang
ditampilkan.
KELUNG
Assalamu'alaikum
tu samula ke bismillah..
tu
samula ke bismillah..
Salamat
gama parana..
Samawa
rea desa ta..
Tu
bangun dunia akhirat..
Tu
bangun dunia akhirat..
Nan
sabalong samalewa..
Nan
sabalong samalewa..
Ta
moto Samawa rea..
Ta
moto Samawa rea..
Dadi
jiwa pembangunan..
Ka
dadi samawa rea..
Ka
dana kita sarea..
Ka
dana kita sarea..
Ma
tu bangun tusanterang..
Wassalam
tu ngining pamit..
No
ra boe tu bakilung..
No
ra boe tu bakilung..
Lok
maras kemo barema..
No
ra boe tu bakilung..
Lok
maras kemo barema..
Terjemahan
:
BAKELUNG
Assalamu'alaikum,diawali
dengan bismillah..
Selamat
lahir batin..
Sumbawa
Besar desa ini..
Kita
bangun dunia akherat..
Inilah
moto atau semangat Sumbawa Besar..
Menjadi
jiwa pembangunan..
Sudah
jadi Sumbawa Besar..
Jadi
modal kita semua..
Mari
kita bangun dan kita memperbaiki..
Wassalam
kita mohon pamit..
Tidak
akan habis kita bakilung..
Terlihat
meriah bersamaan (Terlihat harmonis bersama-sama)..